TETAPLAH senandungkan lagu Don’t Worry Be Happy.
Lagu yang tenar di era 1980-an ini ternyata benar adanya. Sebuah
penelitian menunjukkan, merasakan kebahagiaan membuat hidup bakal lebih
awet dan lama. “Kebahagiaan tidak menyembuhkan, tetapi melindungi kita
dari penyakit,” ujar Ruut Veenhoven dari Universitas Erasmus di
Rotterdam dalam sebuah penelitian yang dipublikasikan bulan depan.
Setelah meninjau kembali 3 penelitian yang telah dilakukan di berbagai belahan dunia selama periode hingga 30 tahun, profesor asal Belanda ini mengatakan bahwa efek bahagia pada panjang umur itu sama dengan kalau kita membandingkan antara orang yang merokok dan yang tidak merokok.
Merasa bahagia, katanya, dapat memperpanjang usia 7,5 hingga 10 tahun.
Temuan ini membawa pada sebuah pertanyaan baru yang cukup sulit dijawab, yakni soal penyebab bahagia. Apa yang bisa membuat seseorang bahagia?
Dan terkait dengan pertanyaan ini perlu kita cermati gejala yang menarik di negara-negara maju. Materi begitu diupayakan sedemikian rupa. Namun setelah dicapai, di tempat ini, kelebihan materi atau kelimpahan rezeki ternyata dianggap sebagai sesuatu yang tak lagi memuaskan hidup mereka.
Pertanyaan atas kebahagian muncul, dianalisis, dan menjadi pertanyaan yang serius untuk dicari tahu. Beberapa mengungkapkan jawaban yang kemudian jatuh pada keadaan yang disebut hedonis (mengutamakan kenikmatan materi, fisik).
“Ide bahwa ada situasi yang disebut bahagia dan kita dapat menjelaskan ciri-ciri mengenai rasa dan bagaimana mengukurnya, jelas-jelas merupakan ide subversif,” ungkap Bill McKibben dalam bukunya Deep Economy: The Wealth of Communities and the Durable Future, 2007.
Ini akan membuat para pemuja ekonomi berpikir untuk meningkatkan kekayaan. Padahal, bertambahnya materi, kekayaan, hanya menyumbang sedikit bagi munculnya kebahagiaan seseorang. Demikian hasil riset itu.
Namun, kebahagiaan dapat muncul akibat suasana persahabatan yang hangat dan menyenangkan, juga karena faktor-faktor sosial seperti kemerdekaan, demokrasi, pemerintahan yang efektif, dan aturan hukum yang ditegakkan.
Dalam temuan Veenhoven, yang dipublikasikan di Journal of Happiness Studies, sebuah media ilmiah yang didirikan tahun 2000, bukti bahwa rasa bahagia sangat berpengaruh atas kehidupan seseorang ditemukan pada sekelompok biarawati di Amerika Serikat. Mungkin karena mereka didukung oleh komunitas yang saling mendukung, kedekatan antarpribadi dan kesatuan hati dan budi yang terjadi di antara mereka.
Lirik lagu dari pemenang Grammy 1989 Be Happy terinspirasi dari guru terkenal dari India, Meher Baba. Saat ini, di lebih dari 100 negara, dari Butan di Pegunungan Himalaya hingga Amerika Serikat dan Australia, para ahli ekonomi berupaya membuat indikator “kebahagiaan” (satu bentuk indeks kualitas hidup yang baru) ke dalam ukuran pertumbuhan.
Kebahagiaan, menurut para spesialis, yang diterima oleh masyarakat umum diartikan sebagai “penghargaan atas hidup seseorang sebagai manusia utuh”.
Dalam tulisan ini, Veenhoven pertama-tama mencermati statistik untuk melihat apakah kegembiraan membawa pengaruh bagi orang yang sakit. Yang ditemui justru kebahagiaan memang membantu mengurangi derita yang dialami pasien kanker. Namun, secara umum kebahagiaan tidak akan memperpanjang hidup mereka.
Di antara warga masyarakat yang sehat, sebaliknya, kebahagiaan terbukti melindungi mereka dari sakit. Ini berarti memperlama hidup mereka.
Orang yang bahagia lebih mudah waspada akan berat badannya, lebih mengerti dan memahami gejala-gejala penyakit yang mungkin timbul di dalam dirinya, cenderung lebih moderat bila mereka perokok dan peminum, dan secara keseluruhan hidup mereka lebih sehat. Mereka juga lebih aktif, lebih terbuka terhadap dunia, lebih percaya diri, membantu membuat keputusan yang tepat, dan membangun jaringan sosial yang kuat.
“Selama ini kita tahu bahwa rasa bahagia akan membuat fisik kita menjadi sehat, tapi kita tidak tahu persisnya bagaimana. Kesedihan atau rasa kurang bahagia kronis mengaktifkan respons bertempur dalam diri kita. Artinya, kondisi ini bakal mengancam diri sendiri karena jangka lama bakal membuat kita sendiri hipertensi dan respons kekebalan tubuh menurun“, tulisnya
Untuk meningkatkan rasa gembira perlu ada riset tambahan atas efek-efek kondisi tempat tinggal, sekolah, atau lingkungan yang mengelilingi hidup kita dalam waktu lama. Apakah semua itu membuat kita bahagia?
Bahkan, penelitian atas kepuasan kerja dan tempat kerja pun memengaruhi kebahagiaan seseorang. Karena itu, pemerintah perlu mengajari atau setidaknya memberikan suasana yang nyaman pada rakyatnya untuk bisa hidup nyaman sehingga semua orang bisa menikmati hidup dan mendapatkan makna yang berarti dalam hidupnya.
“Jika kita merasa tidak sehat, kita akan pergi ke dokter umum,” katanya. “Jika kita merasa tidak bahagia, tak ada ahli dalam hal itu. Kita harus mengupayakan sendiri. Petunjuk profesional bagaimana caranya agar bisa hidup bahagia sampai sekarang belum ada,” tuturnya. Ini jelas merupakan pertanda nyata kegagalan pasar dan ekonomi. Pada akhirnya, tanpa hal ini pun banyak orang merasa lebih bahagia.